Inilah Pernyataan Sikap FIM WP Di Hari Pendidikan Nasional Indonesia

Port Numbay, woflenes.com – Salah satu tujuan bernegara dirumuskan dan ditetapkan oleh para pendiri bangsa dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa” untuk merealisasikan tujuan tersebut, hak atas pendidikan dan tugas dan kewajiban pemerintah untuk menyediakan layanan pendidikan telah tertuang dalam UUD 1945, pasal 28C Ayat 1, pasal 28E Ayat 1, secara khusus pada pasal 31. Ayat 2 berbunyi, “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.” Bahkan karena pentingnya pendidikan maka pada pasal 31 Ayat 4 UUD 1945 Amandemen ke-4 mengamatkan bahwa negara memprioritasan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaran pendidikan nasional.

Untuk merealisasikan amanat Konstitusi tersebut, pemerintah telah membentuk Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU tentang Perguruan Tinggi dan UU Otonomi Khusus Nomor 2 tahun 2021 tentang perubahan kedua UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan PP 106 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan kebijakan otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Peraturan perundang-undangan inilah menjadi landasan hukum bagi pemerintah dan pemerintah daerah di tanah Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan urusan pendidikan guna memenuhi hak warga negara atas pendidikan;

Dari beberapa peraturan yang mengatur tentang pendidikan dapat terlihat dengan jelas bahwa Undang-Undang No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS ) terkesan lebih progresif dibanding Undang-Undang No. 2 Tahun 2021 tentang perubahan kedua Undang-undang nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Perhatikan dengan saksama bunyi ayat-ayat terkait menurut Undang-Undang No.20 tahun2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 6  Ayat (1) berbunyi, “setiap warga negara berusia tujuh sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar ‘’.Kemudian pasal 5 Ayat  (3) berbunyi, ‘’warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Lalu pasal 11 Ayat (1) berbunyi ‘’pemerintah dan pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku’ ’Sedangkan Pasal 11 Ayat (2) berbunyi, ’pemerintah dan pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun’ ’Jadi, jelas bahwa undang-undang SISDIKNAS menegaskan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkewajiban menjamin penyelenggaraan dan pembiayaan pendidikan bagi peserta didik, minimal dari SD sampai SMP.  Sementara UU OTSUS Papua tidak mengatur secara tegas tentang tugas dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah di Tanah Papua untuk melaksanan tugas dan kewajibannya memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin layanan pendididikan di tanah Papua (Pasal 56 UU OTSUS Papua).

Kondisi Pendidikan di Tanah Papua, Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Dapat dikatakan bahwa penyelenggarahan pendidikan tingkat lanjutan, formal reguler dan masif pertama kali dilakukan di tanah papua pada tahun 1925, tempatnya di miei, teluk wondama. Ini adalah sekolah milik zendeling Kristen protestan dengan program pendidikan khusus bagi para guru sekolah dasar dan pendeta. Lulusanya akan bertugas sebagai kepanjangan misi zendeling untuk menyebarkan Injil di tanah papua sekaligus memajukan peradaban masyarakat papua. Jika dihitung sejak saat itu hingga saat ini (tahun 2023) maka usia pendidikan di papua genap satu abad.

Dan patut  diakui bahwa dalam kurun waktu hampir satu abad ini kuantitas dan kualitas pendidikan di tanah papua terus mengalami kemajuan. Ada banyak sekolah modern, ada banyak fasilitas dan tenaga pendidik yang terampil di banding masa yang lalu. Persoalannya, hingga dewasa ini provinsi Papua dan Papua barat masih menduduki rangking teratas sebagai wilayah termiskin, wilayah dengan angka indikator pendidikan paling tertinggal, dan wilayah dengan angka indikator kesehatan terburuk di Indonesia. Hal ini bisa kita lihat pada skor dan peringkat Indeks pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat, Keterbatasan tenaga guru (keterbatasan dana), Kesejahteraan guru (keterbatasan dana), Kualitas guru yang rendah (keterbatasan SDM), Guru yang mangkir dari tugasnya (keterbatasan dana/kesejahteraan atau soal disiplin, Sarana dan prasarana dasar yang minim (keterbatasan dana), Masih adanya angka buta huruf , Pelajar putus sekolah, Mahasiswa putus kuliah, Biaya pendidikan mahal, Sarana dan prasarana pendidikan tidak memadai, Angka buta huruf meningkat.; Angka putus sekolah meningkat, IPM rendah, Liberalisasi pendidikan

Menurut teori bonus demografi akan sangat menguntungkan secara ekonomi, sebab sebagian besar penduduk merupakan SDM yang dapat bekerja dan akan memiliki penghasilan, sehingga otomatis  jumlah pengangguran akan berkurang, dan kesejatraan akan meningkat. Persoalanya, apakah penduduk usia produktif di tanah papua semuanya memiliki Ijazah dan seberapa tinggi tingkat pendidikannya?  Apakah mereka memiliki ketrampilan khusus yang memadai untuk direktut sebagai tenaga kerya?  Dua pertanyaan mendasar ini tentunya berkaitan erat dengan persoalan pendidikan ditanah papua. Momentum emas bonus demografi ini tersamar sudah terlihat menjadi sebuah ironi jika disandingkan dengan fakta persoalan pendidikan di tanah papua. Jika pembangunan manusia pada dimensi pengetahuan berjalan dengan memadai selama masa otsus jilid I dalam kurun waktu 20 tahun (2001-2021) tentu bonus demografi akan menjadi masa panen raya SDM. Namun pada kenyataanya terlihat indikasi bahwa pada era puncak bonus demografi (tahun 2020-2030), tanah papua belum bisa menikmati panen raya SDM. Dari kondisi nyata pendidikan Papua dapat menunjukkan bahwa pelaksanaan otonomi khusus Bagi Provinsi Papua gagal mencerdaskan, memajukan kualitas manusia Papua, gagal menyediakan layanan pendidikan yang gratis dan bermutu di seluruh Tanah Papua.

 LIBERALISASI PERGURUAN TINGGI DAN BIAYA KULIAH YANG MAKIN TINGGI

Liberalisasi pendidikan sudah lama bukan rahasia lagi, liberalisasi kampus atau swastanisasi kampus adalah wujud nyata kapitalisme yang mulai dirasakan rakyat Indonesia. Subsidi dari pemerintah akan semakin dikurangi dan kampus-kampus akan dibiarkan mencari jalan sendiri untuk mencukupi kebutuhan uang demi penyelenggaraan pendidikan di kampus. Akibatnya jelas, biaya perguruan tinggi yang setiap tahun semakin mahal akan memberatkan  mahasiswa yang tidak mampu. Jika kita tidak berani menulis ulang masa depan pendidikan kita maka pengetahuan yang merupakan warisan peradaban manusia hanya akan menjadi milik orang-orang yang bisa membayar mahalnya harga pendidikan.

Dan hal ini diakibatkan langka pemerintah yang menganut neoliberalisme-liberalisme model baru di bidang pendidikan tinggi dan inovasi manajerialisasi perguruan tinggi. Dengan mengadopsi liberalisasi perguruan tinggi maka perguruan tinggi dikategorikan sebagai bentuk jasa yang dapat diperjual-belikan, dan ini sejalan dengan agenda reformasi global Bank Dunia terhadap perguruan tinggi melalui privatisasi. UU No. 12 tahun 2012 tentang perguruan tinggi, yang mengatur tentang perguruan tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) mengarahkan perguruan tinggi, untuk menyerahkan  tujuan misinya pada budaya komersialisasi dan pertukaran menurut mekanisme pasar. Istitusi pendidikan saat ini  sibuk mencari keuntungan dari pengajaran, penelitian, dan semua kegiatan lain di kampus, antara lain menawakan perusahaan mensponsori kursus, membawa penemuan ilmiah universitas ke pasar, bahkan beriklan di kampus, akibat dari kebijakan liberalisasi kampus menyebabkan ribuan mahasiswa Papua putus kuliah karena tidak mampu lagi membiayai kuliah sehingga angka putus kuliah semakin meningkat tiap tahun di Tanah Papua, sehingga kini saatnya pemerintah daerah wajib hukumnya menggratiskan pendidikan dari tingkat PAUD sampai perguruan tinggi di Seluruh Tanah Papua.

Perjuangan demi tercapainya pendidikan gratis bagi seluruh rakyat Papua sebenarnya bertujuan melebarkan pintu masuk untuk mewujudkan kedaulatan pendidikan bagi rakyat, yaitu situasi dimana setiap orang  benar-benar dapat mengakses dengan mudah segalah bentuk pendidikan yang benar-benar berkualitas, setiap saat. Pendidikan berkualitas tidak lagi menjadi milik orang-orang kaya atau orang-orang dengan status social tertentu. Sekali lagi, demi keadilan dan kemanusiaan.

Berikan pendidikan gratis bagi seluruh penduduk di tanah papua, dari tingkat pendidikan yang paling rendah sampai tingkat pendidikan tinggi, khusus bagi OAP. Kenapa demikian, karena hampir sebagian besar OAP hidup dalam kondisi miskin, meski alamnya kaya-raya, sehingga akses mereka ke pendidikan berkualitas sangat terbatas. Selain berpijak dari konteks objektif kualitas hidup OAP, pendidikan gratis itu berkaitan langsung dengan nilai-nilai ekologi yang di anut oleh negara ini, sebagaimana sudah disinggung pada bagian lain dari tulisan ini. Pendidikan gratis tidak berhenti di sekedar apakah negara memiliki uang yang cukup atau tidak, dan juga tidak semata-mata persoalan teknis alokasi anggaran pendidikan yang belum tepat. Pendidikan gratis memiliki kolerasi kuat dengan sila kelima pancasila, “keadilan bagi seluruh rakyat indonesia” dan tentu dengan tujuan bernegara, yaitu “Untuk mencerdaskan kecerdasan bangsa”. Pendidikan menentukan keberlangsungan dan kualitas hidup seorang manusia, karena itu konteks hak azasi manusia dikategorikan sebagai hak-hak dasar manusia. Pendidikan bukan hal yang bersifat privat tetapi merupakan sesuatu yang bersifat public, karena itu semua orang harus diberi kesempatan seluas mungkin mengakses pendidikan dengan kualitas yang terbaik bahkan mestinya negara harus mencegah terjadinya upaya liberalisasi (bisnis) pendidikan. Negara adalah organisasi public yang dibentuk untuk memberi pelayanan public, dimana salah-satu bidang publik yang harus dilayani negara adalah pendidikan.

Dari potret persoalan pendidikan di Tanah papua, dapat kami simpulkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah di Tanah Papua tidak serius memberikan layanan dan kemudahan pendidikan yang berkualitas bagi rakyat Papua, pendidikan semakin mahal, kekurangan fasilitas dan tenaga pendidik di seluruh Tanah Papua, untuk itu, Kami Mahasiswa Papua yang tergabung dalam FORUM MAHASISWA INDEPENDEN WEST PAPUA mendesak dan menuntut Kepada Pemerintah dan Pemerintah daerah di Tanah Papua untuk :

  1. Wujudkan pendidikan gratis mulai dari Paud hingga Perguruan Tinggi bagi pelajar Mahasiswa OAP dan NON OAP Lahir Besar Papua
  2. Menolak Militerisasi di Dunia Pendidikan
  3. Hentikan Kapitalisasi dan Liberalisasi Pendidikan di Tanah Papua
  4. Memberikan Dana subsidi pendidikan bagi Sekolah dan Perguruan Tinggi Swasta dan Negeri di Tanah Papua
  5. Meningkatkan Kesejahtraan bagi Guru dan Dosen kontrak/honorer yang mengapdi dan bekerya di Tanah Papua
  6. Membentuk dan mensahkan PERDASI PENDIDIKAN GRATIS bagi pelajar dan mahasiswa OAP dan Pelajar dan Mahasiswa Lahir Besar Papua (LABEPA)
  7. Mengangkat guru-guru honorer yang mengapdi di Tanah Papua menjadi PNS

Jayapura, 02 Mei 2023

MAHASISWA PAPUA BANGKIT LAWAN PENINDASAN

FORUM INDEPENDEN MAHASISWA WEST PAPUA

  • Related Posts

    Ruang Demokrasi Mati, Aksi Pendidikan Gratis Untuk Seluruh Rakyat Papua DiBungkam

    Port Numbay, woflenews.com – Aksi Nasional yang dilakukan oleh Forum Independen Mahasiswa West Papua (FIM WP) dilakukan secara serentak dibeberapa kota diantaranya, Jayapura, Manokwari, Sorong dan Timika dengan tuntutan; wujudkan…

    Read more

    Jalan Perdamaian Tertutup, “Siaga Tempur dan Pendudukan Wilayah” Solusi Pembangunan Di Tanah Papua

    Port Numbay, woflenews.com – Suara kenabian itu semakin tidak didengar oleh Pemerintah Jakarta dalam merumuskan jalan damai di Tanah Papua. Pemimpin Gereja di Tanah Papua ( Gereja Katolik, Gereja Kristen…

    Read more

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *