Markus Haluk : “Konflik dan Krisis Kemanusiaan Memicu Resistensi Rakyat Papua”

Eskalasi kekerasan yang terjadi pada awal tahun 2023, telah menimbulkan ruang ketidakpercayaan rakyat Papua terhadap komitmen pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan konflik dan kekerasan yang terjadi selama 6 dekade (Mei 1963 – Mei 2023) pendudukan Indonesia di Tanah Papua.

Peristiwa penyanderaan terhadap Capten . Philip Marthens, seorang pilot berkebangsaan Selandia Baru oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) pimpinan Brigadir Jenderal Egianus Kogeya di Nduga pada 7 Februari 2023; penembakan terhadap warga sipil di Dogiyai oleh aparat kepolisian Republik Indonesia (RI) pada 21 Januari 2023 yang mengakibatkan dua orang meninggal dunia; dan penembakan brutal oleh aparat kepolisian RI dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) terhadap aksi protes warga sipil di Wamena pada 24 Februari 2023, mengindikasikan bahwa pemerintah Indonesia sama sekali tidak memiliki peta jalan penyelesaian konflik Papua secara damai, bermartabat dan komprehensif, justru sebaliknya menciptakan, membiarkan dan memelihara konflik yang berlangsung secara kontinyu di Tanah Papua. Kondisi ini membuktikan bahwa orang Melanesia di West Papua sedang mengalami proses genosida, ekosida dan etnosida.

Konflik dan krisis kemanusiaan yang terjadi di West Papua telah memicu resistensi rakyat Papua terhadap pendudukan Indonesia. TPN PB merupakan bagian dari entitas perlawanan yang secara konsisten terus berjuang untuk mempertahankan tanah air West Papua, termasuk yang saat ini diperjuangkan oleh Brigadir Jenderal Egianus Kogeya.

Tuntutan yang diajukan oleh Birgadir Jenderal Egianus Kogeya secara tegas menjelaskan bahwa konflik Papua tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah Indonesia, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik berkepanjangan West Papua.

Konflik bersenjata yang sedang berlangsung saat ini di West Papua diantaranya Kabupaten Maybrat, Pengunungan Bintang, Yahukimo, Intan Jaya, Puncak Papua, Puncak Jaya, Yapen dan Nduga, telah mengakibatkan ratusan orang yang meninggal dunia dan sebanyak 67.000 warga sipil mengungsi keluar dari wilayah konflik. Selama pelaksanaan operasi militer di wilayah konflik bersenjata, aparat TNI/Polri selalu menggunakan fasilitas sipil terutama untuk kebutuhan transportasi (darat dan udara) dalam memobilisasi pasukan maupun akomondasi seperti sekolah, Gereja dan Puskesmas.

Dalam sejumlah kesempatan TPN PB telah memberikan peringatan keras kepada TNI/Polri agar berhenti menggunakan fasilitas sipil untuk melaksanakan operasi militer namun tidak dihiraukan, sehingga seringkali terjadi penembakan terhadap pesawat sipil. Pembakaran pesawat Susi Air dan penyanderaan terhadap Capt. Philip Marthens adalah akumulasi dari tidak diindahkannya peringatan TPN PB terhadap penggunaan fasilitas sipil untuk kepentingan operasi TNI/Polri.

Mengacu pada situasi nyata yang sedang berlangsung di West Papua, maka kami menyatakan sikap resmi sebagai berikut:

  • Perlawanan yang dilakukan oleh TPN PB termasuk Brigadir Jenderal Egianus Kogeya adalah untuk mewujudkan Hak Menentukan Nasib Sendiri guna meraih kemerdekaan dan kedaulatan politik West Papua.
  • Pemerintah Selandia Baru perlu mempertimbangkan untuk menghentikan perjanjian kerja sama kepolisian dengan pemerintah Indonesia, karena aparat TNI/Polri merupakan aktor atas berbagai peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM secara berkelanjutan terhadap warga sipil di West Papua.
  • Kami menolak segala upaya pelibatan TNI/Polri, KOMNAS HAM RI dan institusi lainnya yang berada di bawah kendali pemerintah Indonesia, dan mendorong penyelesaian masalah pelanggaran HAM West Papua melalui mekanisme internasional, serta meminta akses penuh Dewan HAM PBB agar melakukan investigasi secara terbuka di West Papua.
  • Kami menyerukan partisipasi aktif masyarakat internasional dalam penanganan krisis kemanusiaan di Papua Barat, baik di tingkat sub regional Melanesia, regional Pasifik, inter-regional dan internasional, dengan memperhatikan dampak krisis kemanusiaan terhadap 1,7 juta penduduk pribumi yang mendiami wilayah Papua Barat

MARKUS HALUK
Direktur Eksekutif United Liberation Movement For West Papua

  • Related Posts

    Mahkamah Agung Tolak Kasasi Suku Awyu, Perjuangan Selamatkan Hutan Papua Kian Berat

    Jakarta-woflenews, Pada siaran pers tanggal 1 November 2024, Pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu, Hendrikus Woro, dan Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua yang terdiri dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara…

    Read more

    MSG SUMMIT Telah Usai Tanpa Komunike, Isu Papua Masih Menjadi Perhatian.

    Port Vila-Woflenews. Hingga pagi ini, 25 Agustus 2023, sepertinya Komunike MSG belum diketahui oleh seorang pun dari petinggi ULMWP yang menghadiri langsung KKT MSG yang dilaksanakan selama dua hari di…

    Read more

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *