Wabah Demam Babi Afrika Di Tanah Papua “Analisis Hermeneutika Curiga”

Penulis : Beny Pakage (Pokja Agama, Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Tengah)

Hermeunetik itu cabang dari ilmu filsafat yang mempelajari interpretasi makna. Kata hermeneutika diambil dari bahasa Yunani yaitu “hermeneuein” yang berarti, menafsirkan, beri pemahaman, atau menerjemahkan,atau menafsirkan,dan bila kita hubungkan dengan judul diatas berarti menafsirkan dengan curiga terhadap fenomena Demam Babi Afrika yang terjadi di tanah Papua.
Dalam tradisi hidup orang Papua, Babi miliki nilai yang penting karena biasa dipakai saat bayar Mas Kawin, Bayar denda untuk selesaikan masalah, jual untuk cari uang, dan dipakai juga dalam ritual ke Agamaan, adat serta budaya. Babi juga miliki nilai yang penting bagi mereka yang menganut ajaran agama Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu.
Pada perang Biologi, untuk lumpuhkan sebuah suku atau bangsa, biasanya musuh ciptakan berbagai macam senjata termasuk virus untuk menyerang sesuatu yang dinilai strategis karena hal itu dinilai mereka sebagai kekuatan dari suku bangsa yang tersebut.
Tahun 1942, waktu Babi Putih dibawa orang Belanda dan Jepang untuk di ternakan di daerah Paniai, mulai saat itu Babi asli Papua yang dipelihara orang Mee ditemukan penyakit cacing pita“sistiserkosis”, sehingga orang Mee curiga Belanda dan Jepang yang baru tiba ini bawah virus “sistiserkosis” untuk hancurkan ekonomi mereka karena babi saat itu miliki nilai yang penting dalam hidup orang Mee.
Apa yang diyakini orang Mee ini, diyakini juga oleh orang – orang Afrika genarasi pertama, sehingga mereka selalu katakan; saat bangsa asing tiba di negeri mereka, berbagai penyakit mulai timbul di benua mereka.
Keyakinan orang Mee dan Afrika ini mungkin berbeda denga apa yang dialami orang Malind di Merauke, karena saat Belanda dan gereja balas perlawanan frontal mereka dengan sebarkan Virus Spanyol hingga seperempat orang Malind tewas, mereka berpikir keluarganya mati karena dikutuk leluhur, atau dimarah oleh Dema, atau tuan tanah yang hidup dalam air.
Menjelang tahun 2018, apa yang pernah terjadi tahun 1942 di daerah Mee ini timbul Kembali, dimana orang Papua kaget karena ribuan Babi yang biasa dipelihara terutama di Kota Manokwari, Timika, Jayapura dan Nabire di serang African Swine Fever (ASF) atau diserang oleh Virus Demam Babi Afrika (DBA).
Dari sejarahnya, DBA pertama di temukan oleh Robert Eustace Montgomery (ahli Patologi Veteriner) tahun 1921 di Kenya Afrika Timur. Penyakit Babi ini mulai di ketahui setelah Montgomery isolasi virus DBA dari sejumlah ternak babi yang di impor dari Eropa ke Afrika Selatan Periode 1903 -1905 yang sakit dan mati.
Hingga tahun 1956, DBA hanya menyebar di Benua Afrika, namun jelang tahun 1957, virus DBA ditemukan di Portugal saat babi yang akan dikirim ke Afrika tinggalkan kotoran atau limbah pada maskapai penerbangan dekat Bandara Lisbon. Selanjutnya, Virus DBA ini di temukan di Italia, 1967, Spanyol 1969, Prancis 1977, Malta 1978, Belgia 1985 dan Belanda 1986, Kepulauan Karibia Kuba 1971 dan 1980, Republik Dominika 1978 dan Haiti 1979 serta Amerika Selatan di Brasil 1978. Lalu tahun 2007, DBA serang Georgia hingga Armenia, Azerbaijan, dan Federasi Rusia.
Waktu virus DBA tiba di benua Amerika melalui Kuba pada Mei 1971 sehingga menimbulkan wabah yang besar di negara yang dipimpin Fidel Castro, dunia heboh karena sejumlah koran di Amerika Serikat (AS) beritakan bahwa Virus DBA di Cuba itu di sebar oleh Badan Intelijen Pusat AS (CIA) sehingga memunculkan wabah yang besar.
Di Timur Tengah virus DBA di temukan pada babi liar di Iran pada tahun 2010, sedangkan di Asia, virus DBA baru ditemukan pada tanggal 2 Agustus tahun 2018 setelah China laporkan kepada organisasi kesehan hewan dunia “Office International des Epizooties”  (OIE ) pada tanggal 1 Agustus 2018 setelah virus DBA ditemukan pada 47 ekor Babi yang mati di peternakan babi Shenbei, Shenyang, Provinsi Liaoning, China timur laut, lalu Virus ini menyebar ke Mongolia 15 Januari 2019, Korea Utara 23 Mei 2019, Korea Selatan 17 Sebtember 2019.
Paska Virus DBA ditemukan, beberapa negara ini menghentikan pengiriman bibit babi maupun daging babi dari China Karena menurut mereka virus DBA ini masuk melalui peredaran daging dan bibit babi serta pakan serta peralatan peternakan babi.
Di Asia Tenggara virus DBA muncul pertama kali di Vietnam pada tanggal 19 Februari 2019, Kamboja pada jtanggal 2 April 2019, Laos pada jtanggal 20 Juni 2019, Philipina pada tanggal 25 Juli 2019, Myanmar pada tanggal 1 agustus 2019, Timor Leste pada tanggal 26 Sebtember 2019 dan Indonesia pada tanggal 12 Desember 2019.
Di Indonesia secara resmi Pemerintah laporkan adanya wabah virus DBA ke OIE pada 17 Desember 2019, setelah pada 12 Desember 2019 Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terbitkan Surat Keputusan Mentan Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang Pernyataan Wabah DBA pada beberapa Kabupaten, Kota di Provinsi Sumatera Utara seperti di Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Karo, Toba Samosir,Tapanuli Utara,Tapanuli Tengah,Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, dan Medan.
Selain di Sumatera Utara, kematian babi secara massal juga terjadi di Bali dan NTT di Belu, Kupang, Malaka, Timor Tengah Utara, dan Timor Tengah Selatan, serta Kota Kupang.
Per April 2021, Virus DBA sudah ada di 10 provinsi mulai dari Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Papua dan Papua Tengah
Penelitian membuktikan bahwa virus DBA cepat menyebar antar Pulau karena pergerakan babi illegal yang terinfeksi virus DBA, penjualan daging babi atau produk babi yang terkontaminasi dengan virus DBA, dan pakan atau pemberian makanan sisa untuk babi.
Untuk kita ketahui, virus DBA menular ke babi lain lewat perpindahan kutu (caplak Ornithodoros sp), lewat saluran pernapasan atau mulut saat kontak dengan babi yang sakit, kemudian virus DBA juga menular dari babi yang terjangkit DBA ke babi lain yang sehat melalui cairan, seperti tersentuh air kencing, kotoran, air liur dan darah. Virus DBA yang mencemari manusia dan peralatan kerja juga dapat menulari babi yang sehat.
Bagi peternak Bibi, bila Babi telah tertular DBA, Babi akan tampak depresi, ekor menggantung lemah, perut kempes, saat babi bergerak, panggul terlihat lemah, dan pada 24 jam setelah gejala itu muncul, babi akan kesulitan berjalan, tungkai belakang mengayun tanpa disadari dan dalam banyak kasus kaki belakang diseret, Daun telinga babi kelihatan kebiru – biruan yang menandakan ada pendarahan,ketika diukur dengan termometer, suhu tubuh babi selalu tinggi berkisar 40-42 derajat Celsius, dalam 12 jam kemudian babi mati ketika suhu kembali normal atau subnormal. Kematian bervariasi dalam 48 jam ketika gejala awal muncul. Virus DBA hanya menyerang babi saja.
Dari tulisan ini, dengan berpijak pada Hermeunetika Curiga, ada beberapa pertanyaan buat para Pembaca;

  1. Apakah Virus DBA yang sedang mewabah di Manokwari, Timika, Sentani dan Nabire ini di sebarkan oleh orang tertentu atau datang dengan sendirinya.
  2. Apakah pintu masuk Virus DBA di Tanah Papua terbuka lebar atau ada Pengawasan
  3. Setelah virus DBA ditemukan, upaya apa yang telah di lakukan oleh Pemerintah baik provinsi dan Kabupaten di Tanah Papua

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours