Penulis : Ones Suhuniap (Juru Bicara Nasional Komite Nasional Papua Barat)
Indonesia merekayasa sumpah pemuda yang sesungguhnya kongres pemuda tidak pernah ada sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Dalam kongres tersebut orang Papua tidak pernah ikut terlibat dalam kongres tersebut secara individu maupun sebagai wakil dari pemuda Papua.
Peringatan sumpah pemuda di Papua adalah kesadaran Palsu dipropagandakan oleh kolonial Indonesia di Papua untuk kepentingan eksploitasi , pendudukan serta pemaksaan nasionalisme
Generasi muda Papua harus belajar sejarah karena cara rezim kolonial mempertahankan kekuasaan adalah dengan manipulasi sejarah.
Rutinitas peringatan sumpah pemuda tanggal 28 oktober adalah cara memanipulasi sejarah untuk orang Papua
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia bagian dalam sejarah perjuangan masyarakat Indonesia melawan penjajahan Belanda. Dalam perjuangan itu bangsa Papua tidak pernah terlibat apalagi berkaitan dalam pelaksanaan kongres yang diinisiasi oleh pelajar indonesia yang disebut kongres pemuda pertama tanggal 2 Mei 1928, maupun pembentukan panitia kongres ke II pada tanggal 27 – 28 Oktober 1928 selama dua hari. Perwakilan yang ikut dalam kongres pemuda ke dua tanggal 27 – 28 oktober 1928 diantaranya perwakilan daerah Jawa, sampai dengan perwakilan daerah Maluku yang sekolah di ibu kota Batavia sekarang Jakarta. Tokoh-tokoh yang ikut terlibat dalam kongres pertama maupun kongres II tidak penah ada nama wakil dari Papua yang ikut terlibat dalam kongres pemuda yang hasilnya dijadikan sebagai sumpah pemuda pada tahun 1959.
Sejarah yang direkayasa kepentingan ekonomi poltik dan praktek kolonialisme Indonesia di Papua hanya untuk membangun kesadaran palsu. Bangsa Papua yang tidak pernah terlibat dalam perjuangan politik dalam melawan kolonialisme Belanda.
Dilihat sejarah perjuangan nasional indonesia perlu di kaji ulang literasi sejarah lahirnya sumpah pemuda yang terjadi pada tahun 1928. Misalnya dalam kongres spanduk tertulis sangat jelas bahwa; “ Kongres pemoeda –pemoeda indonesia” dan hasil kongres didalamya ada tiga poin yang kini diklaim sebagai sumpah pemuda. Teks asli tulisan dalam spanduk adalah “Kongres Pemoeda-Pemoeda Indonesia” 28 Oktober 1928. Kemudian Hasil rapat ini diberi judul ”Poetoesan Congress Pemoeda-pemoeda Indonesia,” . Hasil kongres dan judul dalam spanduk kongres tersebut ”diganti” judulnya menjadi ”Soempah Pemoeda” oleh Muhammad Yamin.
Kongres pemuda yang diselenggarakan para pelajar dan mahasiswa Indonesia ini hanya dihadiri 8 wilayah di Indonesia sementara wakil dari Papua tidak pernah terlibat dalam kegiatan tersebut yang di klaim sebagai kongres pemuda.
Bila mengacu pada dokumen asli, pemuda Indonesia tidak pernah bersumpah pada tahun 1928 silam. Rapat yang digagas selama dua hari (27 – 28 Oktober 1928) oleh Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) saat itu disebut Kongres pemuda II di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta, hanya menghasilkan suatu ”putusan”.
Asal usul nama Indonesia Sebelum Kongres Pemuda I dan kongres Pemuda II
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah “Hindia”. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang. Kepulauan Hindia” (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l’Archipel Malais).
Pada zaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur). Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin insula berarti pulau). Nama Insulinde ini kurang populer. Kemudian muncul Nama Nusantara, Nusantara berasal dari Bahasa Yunani Kuno yang mengandung pengertian daerah-daerah yang takluk dibawah Kerajaan Majapahit.
Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memperkenalkan suatu nama untuk Indonesia yang tidak mengandung unsur kata “India”. Nama itu adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.
Pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit, Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Sumpah Palapa dari Gajah Mada tertulis: “Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa.
Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah (daerah-daerah yang takluk dibawah Kerajaan Majapahit) itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara. Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA). Dalam tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations.
Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau).
Pada halaman 71 tertulis: “the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians”. Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia Kepulauan Melayu daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maladewa
Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan India, sebab istilah Indian Archipelago terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. Ketika mengusulkan nama “Indonesia” menjadi nama resmi secara konsisten menggunakan nama “Indonesia.
Belanda, sempat beranggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, Padahal Bastian mengambil istilah “Indonesia” itu dari tulisan- tulisan Logan.
Pribumi yang menggunakan “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau. Nama Indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch (Hindia).Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan Indonesiër (orang Indonesia).
Gerakan Pejuangan Politik Indonesia : Pada 1920-an, nama “Indonesia digunakan oleh tokoh- tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga nama “Indonesia” akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Bung Hatta mengatakan “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut “Hindia Belanda” sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.”
Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama “Indonesia”.
Pada Akhirnya nama “Indonesia” dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda- Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, deklarasi kemerdekaan Republik Indonesia.
SEJARAH LATAR BELAKANG LAHIRNYA KONGRES PEMUDA I DAN KONGRES II
Gerakan pemuda yang muncul pertama kali di Indonesia adalah Budi Utomo, yang didirikan pada 20 Mei 1908 di Jakarta. Organisasi ini dipelopori oleh dr. Sutomo dan kawan-kawannya di gedung Sekolah Dokter Jawa (STOVIA). Budi Utomo merupakan gerakan nasional kontemporer pertama yang didorong oleh semangat nasionalisme yang kuat. Organisasi ini muncul karena kondisi kehidupan yang memprihatinkan, yaitu penduduk pribumi sudah bisa mengenyam pendidikan, namun masih terhalang dana. Hari berdirinya Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Sejak Budi Utomo berdiri, muncul pula berbagai organisasi pemuda berkarakter daerah, seperti Tri Koro Dharmo atau Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, dan lain-lain. Gerakan Pemuda yang pertama di Indonesia dipelopori oleh Budi Utomo, tapi wilayahnya hanya meliputi Pulau Jawa saja.
Kemudian lahirlah organisasi yang lebih luas seperti Perhimpunan Indonesia, yang kemudian menjadi organisasi politik. Gerakan pemuda tersebut membuat musulnya Kongres Pemuda I yang diadakan di Clubgebouw Jalan Kramat Raya pada tanggal 2 Mei 1928, para mahasiswa muda bertemu dan sepakat untuk mengadakan Kongres Pemuda II. Dalam sejarah perjuangan politik indonesia dilihat sebagai salah satu upaya untuk mencapai mufakat adalah dengan mengadakan pertemuan besar, yang kemudian disebut Kongres Pemuda I. Kongres Pemuda I ini untuk membangkitkan semangat kerja sama antar organisasi kepemudaan.
Kongres Pemuda I dilaksanakan pada tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926 di Lapangan Banteng, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut dibahas beberapa hal, mulai dari susunan badan pusat, gagasan persatuan, peran perempuan, peran agama, hingga peran bahasa dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Panitia Kongres Pemuda I diketuai oleh Mohammad Tabrani dan Soemarmo ditetapkan sebagai wakilnya.Sedangkan posisi sekretaris diisi oleh Djamaluddin Adinegoro dan Soewarso ditunjuk sebagai bendahara.
Dalam pelaksanaannya, Kongres Pemuda I berlangsung selama tiga hari pada tanggal 30 April 1926 di gedung Vrijmetselaarsloge (sekarang gedung Bappenas), pada pukul 20.00. Kongres hari pertama dibuka dengan pidato ketua kongres, yaitu Mohammad Tabrani.
Pembukaan Kongres, perwakilan masing-masing asosiasi dan kongres hari pertama berakhir pada pukul 00.15. Pada hari Senin,1 Mei 1926, kongres dilaksanakan kembali pada pukul 20.00. Topik utama yang diangkat adalah posisi perempuan dimana diskusi perempuan sama pentingnya untuk dibahas, seperti cita-cita politik dan ekonomi, meskipun kedudukan perempuan di Indonesia tidak sama, namun ada satu kesamaan yaitu dorongan batin untuk memperoleh kebebasan. Setelah menyampaikan pendapat yang berbeda, terjadi diskusi tentang isu perempuan. pelaksanaan hari kedua berakhir pada pukul 24.00.
Pertemuan hari ke tiga pada tanggal 2 Mei 1926 dan dilaksanakan pada pukul 09.00. Agenda kongres hari ketiga adalah mendengarkan ceramah dari dua pembicara, Moh.Yamin dan Pinontoan. Moh. Yamin memberikan sambutan tentang bahasa-bahasa yang ada di Indonesia salah satunya bahasa Melayu yang menurutnya mudah dipelajari dan dapat diadaptasi untuk digunakan secara luas,kongres hari ketiga berakhir pada pukul 12.30 WIB.
Hasil Kongres Pemuda I dilaksanakan dalam tiga hari maka telah ditemukan: (1) Cita-cita Indonesia merdeka menjadi cita-cita seluruh pemuda Indonesia; (2) Seluruh perkumpulan pemuda berupaya untuk menggalang persatuan organisasi pemuda dalam suatu wadah; (3) Mengakui dan menerima cita-cita persatuan Indonesia.
7 Organisasi Pemuda yang Muncul Sebelum kongres Pemuda I dan Kongres II
Pada 20 Mei 1908, di gedung Sekolah Dokter Jawa (STOVIA), Soetomo dan kawan-kawannya membentuk organisasi Budi Utomo yang menandai munculnya gerakan nasional kontemporer pertama dengan didorong semangat nasionalisme nan kuat. Organisasi pemuda yang muncul sebelum kongres, salah satu di antaranya: Tri Koro Dharmo Jong Sumatranen Bond Jong Ambon Jong Minahasa Jong Celebes Jong Batak Jong Islamieten Bond Tri Koro Dharmo Salah satu kelompok pemuda Budi Utomo adalah Tri Koro Dharmo.
Para pemuda Budi Utomo merasa tidak puas dengan kebijakan konservatif maka terbentuknya Tri Koro Dharmo,Tujuan Berdirinya Tri Koro Dharmo dibentuk pada 7 Maret 1915 dengan tujuan menciptakan sebuah organisasi pemuda yang akan memupuk patriotisme dan menghasilkan pemimpin-pemimpin nasional di masa depan. Organisasi ini diketuai oleh Satiman Wirjosandjojo Koro Dharmo dan para siswa pribumi dari wilayah Indonesia barat lebih khusus di Jawa dapat terhubung satu sama lain.
Tri Koro Dharmo menyelenggarakan Kongres di Solo pada 12 Juni 1918. Dua keputusan diambil dalam kongres itu, yakni mengenai nama organisasi dan cakupan keanggotaan serta aturan kepengurusan. Setelah banyak kritik karena dianggap terlalu Jawasentris, nama Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Perubahan nama itu dimaksudkan agar para pemuda dari Sunda, Madura, Bali, dan Lombok dapat bergabung dengan organisasi ini.
Jong Sumatranen Bond Para pelajar Sumatera di Batavia sangat terpengaruh oleh Jong Java sehingga mereka memutuskan untuk membentuk kelompok sendiri. Jong Sumatranen Bond (JSB) adalah membina pemahaman dan persahabatan yang lebih baik di antara orang-orang Sumatera, mempersiapkan generasi pemimpin Sumatera berikutnya, Jong Sumatranen Bond didirikan pada 9 Desember 1917 di Jakarta. Organisasi ini memiliki 8 cabang, dengan enam di antaranya berada di Jawa, yakni di Batavia, Bogor, Bandung, Serang, Sukabumi, dan Purworejo. Sementara itu, dua cabang Jong Sumatranen Bond berada di Sumatera, Padang dan Bukit tinggi. Beberapa tahun, kepengurusan perhimpunan ini didominasi oleh para pemuda Minangkabau, sehingga menyebabkan para pemuda Batak keluar.
Jong Ambon Pada 9 Mei 1920, didirikan organisasi Pemuda Ambon, yang juga dikenal sebagai Ambon Muda. Tujuannya adalah mendekatkan para pemuda di wilayah Ambon (Maluku) dan membantu mereka membentuk hubungan persaudaraan yang lebih kuat. Organisasi ini didirikan oleh AJ. Patty, seorang pemuda Maluku. Ia menyatukan organisasi-organisasi Ambon dengan menggunakan nama Sarekat Ambon, sebuah organisasi yang sebelumnya ia dirikan di Semarang.
Jong Minahasa Sekelompok pemuda Minahasa yang berasal dari sekolah menengah di Jakarta mendirikan Jong Minahasa pada 24 April 1919. Jong Minahasa pada dasarnya Pemuda Minahasa atau Minahasa Muda. Tujuan organisasi ini adalah mempromosikan dan memperkuat persaudaraan dan solidaritas di kalangan pemuda (pelajar) Minahasa.
Jong Celebes (Sulawesi) Jong Celebes didirikan pada 1912 dan menjadi wadah yang menyatukan para pemuda dari seluruh Pulau Sulawesi Jong Celebes, Organisasi Pemuda dari Sulawesi Salah satu anggota Jong Celebes.
Jong Batak Jong Batak Bond, sebuah organisasi pemuda dari daerah Batak (Tapanuli), yang didirikan pada 1926.Jong Batak adalah mempromosikan budaya daerah, memupuk persatuan dan persaudaraan di antara para pemuda dari daerah Tapanuli, dan mendorong partisipasi aktif mereka dalam pergerakan nasional. Salah satu anggota terkenal dari Jong Batak adalah Amir Sjarifudin.
Jong Islamieten Bond Pada awal abad ke-20, selain organisasi pemuda yang didirikan atas dasar kesukuan dan ikatan budaya teritorial, juga muncul organisasi pemuda dengan latar belakang agama. Salah satu organisasi berbasis agama yang dibentuk sebelum kongres pelajar atau pemuda adalah organisasi ini menyediakan kelas-kelas agama Islam bagi para pelajar. Selain itu, organisasi ini bertujuan memupuk rasa persaudaraan di antara para pemuda terpelajar Islam. Anggota-anggota adalah dari ikatan mahasiswa atau pelajar seperti Jong Java di sekitar pulau jawa.
Tokoh penting yang terlibat dalam kongres adalah Soenario Sastrowardoyo, Soegondo Djojopoespito, Amir Syarifuddin Harahap, Mohammad Yamin, Djoko Marsaid, Johannes Leimena, Sarmidi Mangoensarkoro, Wage Rudolf Supratman
Soegondo Djojopoespito aktivis dari organisasi Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Soegondo memiliki peran vital dalam menyatukan berbagai organisasi pemuda dengan tujuan yang sama: memperjuangkan persatuan dan kesatuan Indonesia.
R M.Joko Marsaid (Jong Java) mewakili pemudah jawa, berperan sebagai wakil ketua. Joko Marsaid merupakan anggota aktif dari Jong Java, sebuah organisasi pemuda yang memperjuangkan kepentingan pemuda Jawa. Mohammad Yamin (Jong Sumatranen Bond); Mohammad Yamin adalah tokoh penting dalam sejarah kongres pemudah wakil dari jong Sumatra. Yamin sejarawan, budayawan, politikus, serta ahli hukum yang sangat dihormati.
Amir Sjarifoeddin (Jong Bataks Bond); Amir Sjarifoeddin Jong Batak Bond, sebuah organisasi yang mewakili pemuda Batak. Peran Amir tidak hanya sebatas dalam kongres ini, tetapi ia juga kemudian dikenal sebagai salah satu tokoh nasional yang berpengaruh. R.Katja Soengkana (Pemuda Indonesia) (Jong Indonesie) Organisasi ini merupakan salah satu organisasi nasional yang mewadahi pemuda-pemuda dari berbagai suku untuk bersatu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Kongres yang digagas oleh organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) ini bertujuan memperkuat rasa persatuan dan kebangsaan yang telah tumbuh di sanubari para pemuda-pemudi.
Kongres Pemuda II diselenggarakan pada 27-28 Oktober 1928 dan berlangsung di tiga lokasi berbeda, yaitu Gedung Katholieke Jongenlingen Bond, Oost Java Bioscoop, dan Indonesische Clubgebouw (Rumah Indekos, Kramat No. 106).
Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond) ; Johan Mohammad Berasal dari latar belakang peranakan Tionghoa, ia merupakan anggota dari Jong Islamieten Bond, sebuah organisasi pemuda Islam. Rumondor Cornelis Lefrand Senduk (Jong Celebes); Rumondor Cornelis Lefrand. Sebagai seorang dokter dan politikus asal Minahasa, Sulawesi Utara, ia merupakan wakil dari Jong Celebes, organisasi yang mewakili pemuda Sulawesi.
Johannes Leimena (Jong Ambon); Johannes Leimena adalah seorang dokter dan politisi yang berasal dari Jong Ambon, organisasi pemuda dari Maluku. Mohammad Rochjani Su’ud (Pemuda Kaum Betawi); Mohammad Rochjani Su’ud adalah tokoh dari Pemuda Kaum Betawi
W. R. Soepratman (Pencipta Lagu Indonesia Raya); Wage Rudolf Soepratman, atau yang lebih dikenal sebagai W.R. Soepratman, merupakan tokoh di balik lagu kebangsaan Indonesia, “Indonesia Raya”. Pada Kongres Pemuda II.
Kongres pemuda ini bertujuan untuk memperkuat rasa persatuan pemudan indonesia karena saat itu gerakan pemuda berjuang masing-masing kedaerahan melawan kolonialisme Belanda. Kongres digelar, para pelajar-pelajar mengadakan pertemuan terlebih dahulu pada 3 Mei 1928 dan 12 Agustus 1928 membahas tentang pembentukan panitia, susunan acara kongres, waktu, tempat, dan biaya. Kemudian pertemuan itu menyepakati bahwa Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan pada 27-28 Oktober 1928 di tiga lokasi berbeda, yaitu gedung Katholieke Jongenlingen Bond, Oost Java Bioscoop, dan Indonesische Clubgebouw (Rumah Indekos, Kramat No. 106). Keseluruhan biaya akan ditanggung oleh organisasi-organisasi yang menghadiri kongres serta sumbangan sukarela.
Ketua: Sugondo Djojopuspito (PPPI), Wakil Ketua: R.M. Djoko Marsaid (Jong Java), Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond), Bendahara: Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond), Pembantu I: Johan Mahmud Tjaja (Jong Islamieten Bond), Pembantu II: R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia), Pembantu III: R.C.L. Sendoek (Jong Celebes), Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon), Pembantu V: Mohammad Rochjani Su’ud (Pemoeda Kaoem Betawi)
Pada hari, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan masalah persatuan dan masalah bahasa. Kongres tersebut dibagi menjadi tiga rapat, di mana pada sesi kedua Kongres Pemuda II membahas masalah pendidikan. Teks asli keputusan kongres pemuda ke II sebagai berikut :
Kerapatan peomeda-pemuda Indonesia diadakan oleh perkumpulan-perkumpulan pemuda Indonesia yang berdasarkan kebangsaan dengan namanya Jong Java, Jong Soematra (Pemoeda Soematra), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan Perhimpoenan Pelajar pelajar Indonesia.
Pertama: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia. (Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia)
Kedua: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia. (Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia)
Ketiga: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia. (Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia)
Kongres Pemuda II yang diselenggarakan selama dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (sekarang Jakarta). Keputusan ini menegaskan cita-cita “tanah air Indonesia”, “bangsa Indonesia”, dan “bahasa Indonesia. Istilah sumpah pemuda itu sendiri tidak muncul dalam keputusan Kongres Pemuda tetapi diperkenalkan pada tahun 1959. Di mana sumpah pemuda tidak pernah muncul dalam Kongres Pemuda II bahkan dalam salinan keputusan kongres pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 di jakarta.
Kongres Pemuda II adalah hasil dari kegagalan tidak lanjuti Kongres Pemuda I pada tahun 1926 untuk mewujudkan cita-cita persatuan pemuda. Selain itu, alasan dilaksanakannya Kongres Pemuda II adalah untuk menumbuhkan ide-ide politik terbuka di kalangan anak muda melalui berbagai acara.
Pelaksanaan Kongres Pemuda II Lebih hadir 700 an orang dari berbagai kelompok dan agama berpartisipasi dalam Kongres Pemuda II. Organisasi kepemudaan yang mengikuti Kongres Pemuda II ini dibagi menjadi tiga kategori.
Kategori pertama memiliki karakter kedaerahan, seperti Jong Java dan Jong Sumatranen Bond. Kategori kedua didasarkan pada klub belajar seperti Klub Studi Indonesische. Yang ketiga didasarkan pada banyak nasionalisme dan agama, seperti Perhimpunan Indonesia, Jong Islamieten Bond, dan lain-lain. Kongres Pemuda II dilaksanakan selama dua hari di 3 kongres dan 3 gedung yang berbeda sebagai berikut.
Pertemuan Perta Pada tanggal 27 Oktober 1928, pertemuan pertama dilaksanakan di Gedung Pemuda Katolik pada pukul 19.30 sampai 23.30. Pada pertemuan ini, para peserta membahas pentingnya bahasa Melayu sebagai bahasa politik untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Selain itu, dibahas gagasan untuk menjadi tuan rumah gerakan perjuangan dalam bentuk organisasi nasional.
Pertemuan Kedua dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1928 dari pukul 08.00 sampai 12.00 di gedung Oost Java Bioscoop (sekarang Jalan Medan Merdeka Utara). Para peserta membahas tentang pentingnya peran pendidikan dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Pembicara pada kongres tersebut adalah Sarmidi Mangoensarkoro, Sarwono, dan Ki Hajar Devantoro.
Pertemuan Ketiga: Pertemuan ketiga ini dilaksanakan pada hari yang sama dengan pertemuan kedua, yaitu pada 28 Oktober 1928 pada pukul 17.30 sampai 23.30 di Gedung Indonesische Clubgebouw. Kongres ini membahas mengenai lima hal, arak-arakan pandu, penyampaian dari Ramelan untuk kepanduan, penyampaian dari Pergerakan Pemuda Indonesia dan Pemuda di Tanah Luaran oleh Soenario, pengambilan keputusan dan penutupan kongres.
Hasil Kongres Pemuda II : Pada hari Minggu, 28 Oktober 1928, sekitar pukul 10.00 WIB, semua peserta Kongres Pemuda II berkumpul untuk merangkum hasil kongres selama dua hari tersebut. Saat itu, Moh. Yamin meminta waktu untuk membacakan teks resolusi yang dia ambil.
Perbedaan antara sumpah dan ikrar adalah bahwa sumpah merupakan kesanggupan untuk mentaati keharusan atau tidak melakukan larangan, sedangkan ikrar adalah janji yang sungguh-sungguh:
Sumpah : Merupakan kesanggupan untuk mentaati keharusan atau tidak melakukan larangan yang diikrarkan di hadapan atasan yang berwenang. Sumpah sering dilakukan dalam pengangkatan pejabat dan pegawai negeri. Contohnya, sumpah jabatan yang menegaskan bahwa pejabat publik akan mengutamakan kepentingan publik.
Ikrar : Merupakan janji yang sungguh-sungguh, membenarkan, atau mengakui. Kata “ikrar” berasal dari bahasa Arab yang artinya memutuskan, mengambil keputusan, atau menyatakan.
Janji, Sumpah, dan Ikrar adalah memiliki pengertian dan makna yang berbeda. karena sejarah mencatat bahwa yang ada forum yang namanya kongres pemuda atau para pelajar adari 7 organisasi daerah ada satu organisasi keagaman .
Peristiwa kongres pemuda sekarang berumur 96 tahun. Sementara itu, kongres Pemudah dijadikan sebagai (Hari Sumpah Pemuda) sudah dimulai sejak 1959 wilayah papua barat dan bangsa papua belum bergabung dengan indonesia.
Melihat dari kata sumpah, ikrar adalah ‘ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat (seperti hendak memberi, menolong, datang, bertemu) ‘persetujuan antara dua pihak (masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu).
Coba kita bandingkan dengan sumpah yang berarti (1) ‘pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang dianggap suci (untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhannya dan sebagainya) (2) ‘pernyataan disertai tekad melakukan sesuatu untuk menguatkan kebenarannya atau berani menderita sesuatu kalau pernyataan itu tidak benar’; serta (3) ‘janji atau ikrar yang teguh (akan menunaikan atau melakukan sesuatu).
Secara sekilas, kita bisa melihat bahwa sumpah lebih cocok digunakan dalam konteks yang suci, yaitu yang berhubungan dengan Tuhan atau berkaitan degan kekuatan supranatural.
Hal ini berbeda dengan kata janji yang lebih sering diutarakan kepada sesama manusia. Makanya, dalam sebuah kesepakatan, kata yang digunakan adalah perjanjian, bukan persumpahan. Selain itu, berbeda dengan janji yang menyiratkan ‘kesediaan’ serta ‘kesanggupan’, kata sumpah mengandung arti ‘tekad’ yang memaknai ‘kebulatan hati’. Kemudian, dari makna ‘janji atau ikrar yang teguh (akan menunaikan sesuatu)’, kita dapat mengambil hipotesis bahwa strata sumpah lebih tinggi ketimbang janji. Sedangkan Ikrar adalah ‘janji yang sungguh-sungguh’ dan ‘janji (dengan sumpah).
Keputusan kongres para pelajar indonesia ini menjadi inspirasi terbentuknya Kongres Perempuan sebelum mendorong kongres Kongres Pemuda II Salah satunya adalah Nona Poernomowulan. Ia adalah perempuan yang aktif dalam organisasi Jong Perempuan lain yang juga turut hadir dalam kongres adalah: Siti Sundari Emma Poeradiredja Suwarni Pringgodigdo Johanna Masdani Tumbuan Dien Pantouw Nona Tumbel.
Kongres Perempuan Indonesia I diselenggarakan pada 22-25 Desember 1928, di gedung Dalem Joyodipuran, Yogyakarta. Dalam kongres pertamanya pada bulan Desember 1928, gerakan perempuan bersepakat membentuk sebuah federasi yang diberi nama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) sebagai wadah perjuangan yang dapat memajukan perempuan Indonesia.
Kongres Perempuan Indonesia II diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 20-24 Juli 1935. Hasil utama dari Kongres Perempuan Kedua yang diadakan pada tahun 1935 adalah pembentukan Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan Indonesia (BPPPI), yang bertugas menyelidiki keadaan buruh perempuan di Indonesia.
Pada 28-31 Desember 1929, PPPI menggelar kongres pertama di Jakarta untuk memperkuat Anggaran Dasar dan Anggara Rumah Tangga organisasi. Nama organisasi kemudian diubah menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII)
Secara umum, hasil Kongres Perempuan Indonesia yang kedua, antara lain: Membentuk Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan Indonesia (BPPPI), yang memiliki kewajiban menyelidiki keadaan buruh perempuan di Indonesia.
Hubungan Sejarah Perkembangan Masyarat Indonesia dan sejarah Perkembangan Mayarakat Papua
Dalam sejarah pekembangan masyarakat Bangsa Papua dan masyarakat Indonesia sangat jauh berbeda mulai dari budaya bahasa, adat-istiadat, corak produksi sampai dengan kehidupan komunal sebelum memasuki jaman Feodal dan Perbudakan. Untuk memahami sejarah perjuangan poltik terlabih dahulu memahami sejarah pekembangan masyarakat Papua dan sejarah perkembangan masyarakat indonesia mulai dari jaman prasejarah, jaman revolusi neolitik, jaman komunal, jaman feodalisme dan perbudakan serta masuknya kolonialisme belanda menjadi jembatan kapitalisme sampai degan saat ini abad ke 2021 kita berada jaman nya Imperialisme global.
Karena hubugan sejarah perkembangan masyarakat menjadi faktor utama melihat sejarah pejuangan politik indonesia melawan kolonialisme Belanda dan sejarah perjuangan politik bangsa papua pada saat kolonialisme Belnda di Papua maupun di Indonesia secara objektif tidak merekayasa atau manipulasi dengan sejarah palsu untuk generasi di masa depan. Sejarah yang benar harus dipelajari dan dipahami untuk dapat memetakan persoalan secara obyektif, yang kemudian dilanjutkan dengan aksi pencarian solusi yang terbaik bagi penyelesaian status politik wilayah Papua Barat dalam kekuasaan Indonesia.
Hal ini penting dalam rangka untuk menggali hubungan sejarah antara Indonesia dan Papua Barat, maka beberapa hal perlu dikemukakan adalah :
Pertama, sejarah hidup Indonesia dan Papua Barat. Kedua, sejarah perjuangan Indonesia dan sejarah perjuangan Papua Barat dalam mengusir penjajah. Ketiga, alasan pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia.
Sejarah Hidup Indonesia dan Papua Barat dimana dalam sejarah hidup, rakyat Papua Barat telah menunjukkan bahwa mereka mampu untuk mengatur hidupnya sendiri.
Hal itu terlihat dari kepemimpinan setiap suku, yang telah mendiami Papua Barat sejak lebih dari 50.000 tahun silam, dipimpin oleh kepala-kepala suku (tribal leaders). Untuk beberapa daerah, setiap kepala suku dipilih secara demokratis sedangkan di beberapa daerah lainnya kepala suku diangkat secara turun-temurun. Hingga kini masih terdapat tatanan pemerintahan tradisional di beberapa daerah, sebagai contoh: seorang Ondofolo masih memiliki kekuasaan tertentu di daerah Sentani dan Ondoafi masih disegani oleh masyarakat sekitar tanah Tabi.
Selain kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri (tidak dipengaruhi oleh pihak asing), juga sangat nyata di depan mata bahwa antara Papua Barat dan Indonesia mempunyai perbedaan yang sangat jauh. Bangsa Papua adalah ras Negroid sedangkan bangsa Indonesia pada umumnya adalah ras Mongoloid.
Selain perbedaan ras ini menimbulkan perbedaan yang lainnya, entah perbedaan fisik maupun mental, dan kedua bangsa ini sama sekali tidak pernah mempunyai hubungan apapun dalam sejarah kehidupan di masa silam. Masing-masing hidup sebagai bangsanya sendiri dengan karakteristiknya yang berlainan pula. Sehingga tindakan pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia ini dianggap tindakan menjajah. Hal itu pernah diungkapkan oleh Wakil Ketua Presidium Dewan Papua, Tom Beanal, bahwa:
PERTAMA, dalam kehidupan sehariannya, moyang kami tidak pernah melihat asap api kebun Indonesia apabila mereka berkebun. Moyang kami tidak pernah bercerita kepada kami bahwa kami punya dendam perang dengan keturunan Soekarno dan soeharto dan moyang bangsa Indonesia. Kami bangsa Papua tahu dan sadar akan diri kami bahwa kami berbeda dengan bangsa Indonesia.
KEDUA, Bangsa Papua termasuk ras Negroid rumpun melanesia mendiami kepulauan di Pasifik selatan, karena bangsa Papua berbeda dengan bangsa Indonesia lainnya yang umumnya masuk ras Mongoloid dan Austronosoid yang mendiami kepulauan Melayu dan kepulauan Austronesia.”
Dari gambaran di atas, sangatlah jelas, bahwa antara Indonesia dan Papua Barat sama sekali tidak mempunyai hubungan sejarah hidup yang sama yang bisa menyatukan kedua bangsa dalam satu negara yang bernama Indonesia. Alasan bahwa Indonesia dan Papua Barat mempunyai sejarah hidup yang sama sebagai sebuah bangsa pada masa sejarah sema sekali tidak obyektif, sebaliknya menjadi alasan politis untuk mengklaim Papua Barat sebagai bagian dari wilayah Indonesia. Hal semacam ini sering dibangun di Indonesia untuk membangun nasionalisme Indonesia bagi orang Papua (meng-Indonesia-kan orang Papua).
Konfrensi Malino Sampai Dengan Pebubaran Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
Konferensi Malino adalah sebuah konferensi yang berlangsung pada tanggal 15 Juli – 25 Juli 1946 di Kota Malino, Sulawesi Selatan dengan tujuan membahas rencana pembentukan negara-negara bagian yang berbentuk federasi di Indonesia serta rencana pembentukan negara yang meliputi daerah-daerah di Indonesia bagian Timur. Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan (Borneo) dan Timur Besar (De Groote Oost).
Dalam konfrensi malino sulawesi selatan wakil dari papua diikut sertakan oleh pemerintah Belanda adalah Frans Kaisepo asal dari biak. Dalam konfrensi Malino Frans Kaisepo menolak Wilayah Papua dimasukan dalam negara bagian Maluku, maka dalam konfrensi West Papua dikeluarkan atau dipisahkan dari negara bagian federal maluku. Frans Kaisepo juga mengusulkan nama West new Gunea diubah menjadi Irian Jaya.
Konferensi Denpasar adalah lanjutan dari Konferensi Malino dan Konferensi Pangkal Pinang yang bertempat di Bali Hotel, Denpasar, Bali dari tanggal 7 sampai 24 Desember 1946. Karena adanya perbedaan pendapat dan konflik politik antara Kalimantan Barat dan Selatan untuk bekerja di bawah satu unit pemerintahan, maka peserta konferensi Denpasar hanya terdiri atas perwakilan daerah-daerah Indonesia timur.
Wakil Sulawesi Selatan 16 orang, Minahasa 3 orang, Sulawesi Utara 2 orang , Sulawesi Tengah (Donggala) 2 orang, Sulawesi Tengah (Poso) 2 orang, Sangihe dan Talaud 2 orang, Maluku Utara 2 orang, Maluku Selatan 3 orang, Bali 7 orang, Lombok 5 orang, Timor dan pulau-pulau sekitarnya 3 orang, Flores 3 orang, Sumbawa 3 orang dan Sumba 2 orang.
Majelis Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) adalah sebuah komite yang didirikan oleh Belanda untuk mengelola Republik Indonesia Serikat (RIS) selama Revolusi Nasional Indonesia (1945–1949).
Komite 15 pemimpin negara bagian dan daerah otonom di dalam RIS dengan masing-masing negara bagian memiliki satu suara. Komite ini bertanggung jawab untuk mendirikan pemerintahan sementara pada tahun 1948 sebagaimana dirumuskan dalam Persetujuan Meja Bundar.
Karena hubungannya dengan Belanda, BFO dianggap sebagai kolaborator oleh Republik Indonesia yang tidak mempercayai sistem federal dan menganjurkan suatu negara kesatuan Republik Indonesia.
Menyusul aksi politik Belanda yang kedua pada bulan Desember 1948, BFO mendukung resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa yang meminta pemulihan pemerintah Republik di Yogyakarta untuk terlibat dalam Konferensi Meja Bundar Belanda-Indonesia di Den Haag. Setelah pertemuan dengan pimpinan Republik yang dipenjara di Pulau Bangka dan sebuah serangan balasan Republikan yang sukses di Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1949, BFO menjadi semakin kecewa dengan kekejaman Belanda dan menganjurkan masuknya orang-orang Republik dalam negosiasi dan sistem federal. Konfrensi Malino dan konfrensi Bali Papua tidak pernah dimasukan sebagai bagian dari Negara indonesia Timur.
Pada tanggal 17 Desember 1949 pelantikan Ir. Soekarno menjadi presiden dari Republik Indonesia Serikat. Ir. Diankat sebagai presiden Republik Indonesia Serikat pada 17 Desember 1949 melalui prosesi upacara pelantikan. Upacara pelantikan tersebut bertepat di Bangsal Siti Hinggil yang terletak di Kraton Yogyakarta. Upacara pelantikan dihadiri oleh berbagai tokoh penting pada saat itu, termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang saat itu masih berstatus sebagai Sultan Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat. Presiden Soekarno mengambil sumpah jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat dihadapan Ketua Mahkamah Agung pada saat itu, Kusumah Atmaja dan Drs. Mohammad Hatta meyusul dilantik menjadi Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat.
Negara Republik Indonesia Serikat sendiri resmi dibentuk pada tanggal 27 Desember 1949 berdasarkan hasil dari Konferensi Meja Bundar. Republik Indonesia Serikat dengan sistem federal memunculkan negara-negara bagian. Negara-negara bagian yang terbentuk antara lain meliputi: Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra, Negara Sumatra Timur, Negara Madura, Negara Sumatra, Negara Sumatra Timur, dan Republik Indonesia.
Pada tahun 1950, Republik Indonesia Serikat resmi dibubarkan oleh sokarno dan bentuk negara kesatuan Kembali Indonesia. Yang kini disebut nama Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam pembubaran negara Rebuplik Indonesia Serikata oleh Soekarno kemudian mendrikan negara kesatuan rebuplik indonesia orang Papua tidak pernah ikut terlibat termasuk kongres pemudah dua pada tanggal 28 okober 1928 diubah menjadi sumpah pemudah pada tahun 1959 tidak satu wakil dari papua ikut serata dalam prosesnya.
Hubungan Sejarah Perjuagan Politik Indonesia dan Sejarah Perjuagan Politik Bansa Papua Barat.
Indonesia (Sabang sampai Amboina) dijajah oleh Belanda selama 350 tahun, sedangkan Papua Barat (Nederland Nieuw-Guinea) dijajah oleh Belanda selama 64 tahun. Walaupun Papua Barat dan Indonesia sama-sama merupakan jajahan Belanda, namun administrasi pemerintahan Papua Barat diurus secara terpisah. Indonesia dijajah oleh Belanda yang kekuasaan kolonialnya dikendalikan dari Batavia (sekarang Jakarta), kekuasaan Batavia inilah yang telah menjalankan penjajahan Belanda atas Indonesia, yaitu mulai dari Sabang sampai Amboina.
Kekuasaan Belanda di Papua Barat dikendalikan dari Hollandia (sekarang Port Numbay), dengan batas kekuasaan mulai dari Kepulauan Raja Ampat sampai Merauke.
Gerakan Perjuagan Nasional Boedi Utomo Tahun 1908 Indonesia masuk dalam tahap Kebangkitan Nasional (perjuangan otak) yang ditandai dengan berdirinya berbagai organisasi perjuangan. Dalam babak perjuangan baru ini banyak organisasi politik-ekonomi yang berdiri di Indonesia, misalnya Boedi Utomo (20 Mei 1908), Serikat Islam (1911), Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1913), Perhimpunan Indonesia (1908), Studie Club (1924) dan lainnya. Dalam babakan perjuangan ini, terutama dalam berdirinya organisasi-organisasi perjuangan ini, rakyat Papua Barat sama sekali tidak terlibat atau dilibatkan.
Karena Belanda adalah musuh bangsa Indonesia sendiri, bukan musuh bersama dengan bangsa Papua Barat. Rakyat Papua Barat berasumsi bahwa mereka sama sekali tidak mempunyai musuh yang bersama dengan rakyat Indonesia, karena Belanda adalah musuhnya masing-masing. Rakyat Papua Barat juga tidak mengambil bagian dalam Sumpah Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928. Dalam Sumpah Pemuda ini banyak pemuda di seluruh Indonesia seperti Jong Sumatra Bond, Jong Java, Jong Celebes, Jong Amboina, dan lainnya hadir untuk menyatakan kebulatan tekad sebagai satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air.
Tidak pernah satu pemuda pun dari Papua Barat yang hadir dalam kongres pemudah tersebut. Karena itu, rakyat Papua Barat tidak pernah mengakui satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air yang namanya “Indonesia” itu.
Dalam perjuangan mendekati saat-saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak ada orang Papua Barat yang terlibat atau menyatakan sikap untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Tentang tidak ada sangkut-pautnya Papua Barat dalam kemerdekaan Indonesia dinyatakan oleh Mohammad Hatta dalam pertemuan antara wakil-wakil Indonesia dan penguasa perang Jepang di Saigon Vietnam, tanggal 12 Agustus 1945.
Mohammad Hatta pernah menegaskan, Bangsa Papua adalah ras Negroid, bangsa Melanesia, maka biarlah bangsa Papua menentukan nasibnya sendiri. Sementara Soekarno mengemukakan bahwa bangsa Papua masih primitif sehingga tidak perlu dikaitkan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal yang sama pernah dikemukakan Hatta dalam salah satu persidangan BPUPKI bulan Juli 1945.
Ketika Indonesia diproklamasikan, daerah Indonesia yang masuk dalam proklamasi tersebut adalah Indonesia yang masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda, yaitu “Dari Sabang Sampai Amboina. Papua tidak termasuk dalam prokalamasi kemerdekaan indonesia 17 agustus 1945.
Tanggal 19 Agustus 1945 (dua hari setelah kemerdekaan Indonesia) Indonesia dibagi dalam delapan buah Propinsi. Salah satu Provinsinya adalah Maluku. Banyak kalangan berasumsi bahwa wilayah Papua Barat masuk dalam wilayah Provinsi Maluku. Padahal secara nyata penguasaan wilayah Papua Barat dalam kekuasaan Provinsi Maluku itu dipikirkan dan direalisasikan sejak pembentukan sebuah Biro Irian pada tanggal 14 Desember 1953 yang bertugas mengadakan penelitian mengenai daerah Indonesia yang bisa dijadikan sebagai jembatan untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda.
Dari hasil penelitian itu, ternyata pilihan jatuh pada wilayah Maluku Utara. Maka dengan lahirnya PP No. 15 Tahun 1956 tentang pembentukan Provinsi Irian Barat, Soasiu ditetapkan sebagai ibukota Propinsi Irian Barat dengan Gubernur Zainal Abidin Syah (Sultan Tidore) yang dikukuhkan pada 17 Agustus 1956 bersamaan dengan Peresmian Propinsi Irian Barat Perjuangan. Setelah peresmian Propinsi Irian Barat perjuangan, Papua Barat tetap menjadi daerah sengketa antara Indonesia dan Belanda.
a).Sebelum penandatangan Perjanjian Lingggarjati pemerintah Belanda pernah menyatakan agar Papua Barat dapat menerima status sendiri terhadap Kerajaan Belanda dan Negara Indonesia Serikat menurut jiwa pasal 3 dan 4 Perjanjian tersebut. Jadi di sini Belanda mengadakan pengecualian bagi Papua Barat agar kedudukan hukum wilayah tersebut tidak ditentukan oleh Perjanjian Linggarjati.
b).Dalam Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Den Haag Belanda tanggal 23 Agustus-2 November 1945 disepakati bahwa mengenai status quo wilayah Nieuw Guinea tetap berlaku seraya ditentukan bahwa dalam waktu setahun sesudah tanggal penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat, masalah kedudukan-kenegaraan Papua Barat akan diselesaikan dengan jalan perundingan antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda. Tetapi dalam kesempatan yang sama pula status Papua Barat (Nederland Niew Guinea) secara eksplesit dinyatakan oleh Mohammad Hatta, Ketua Delegasi Indonesia, bahwa“ “masalah Irian Barat tidak perlu dipersoalkan karena bangsa Papua berhak menjadi bangsa yang merdeka”.
c) Dalam konferensi para menteri antara Belanda dan Indonesia yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 25 Maret-1 April dibentuk sebuah panitia gabungan dengan surat Keputusan Para Menteri Uni Indonesia-Nederland No. MCI/C II/1/G.T. Berdasarkan keputusan tersebut, masing-masing pihak mengangkat tiga orang anggota sebelum tanggal 15 April 1950 dengan tugas untuk menyelidiki status Papua Barat secara ilmiah untuk menentukan apakah layak masuk dalam kekuasaan Indonesia atau Nederland. Akhirnya, berdasarkan hasil penyedikan masing-masing pihak tidak ada pihak yang mengalah, sehingga wilayah Papua Barat masih dipertahankan oleh Belanda.
d). Karena dirasa wilayah Papua Barat dikuasai oleh Belanda, maka sejak tahun 1953 pihak Indonesia membawa masalah Papua Barat ke forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Konferensi Asia Afrika. Setelah semua perjuangan masing-masing pihak mengalami jalan buntu, maka selanjutnya wilayah Papua Barat menjadi daerah sengketa yang diperebutkan oleh Belanda dan Indonesia. Indonesia dan Belanda sama-sama mempunyai ambisi politik yang besar dalam merebut Papua Barat.
Persiapan Dekolonisasi Papua Tahun 1945 – 1962 Setelah Pasukan Sekutu berhasil memukul mundur pasukkan Jepang dari wilayah Papua Barat, maka administrasi wilayah ini diserahkan kembali kepada Pemerintah Belanda pada tanggal 22 April 1944 di Hollandia sedangkan administrasi wilayah Papua dan New Guinea diserahkan kembali kepada Pemerintah Australia.
Penyerahan ini dilakukan karena Jenderal Douglas McArthur berpidato di Ifar gunung (Hollandia/Jayapura) bahwa setelah selesai perang, maka seluruh wilayah di Pasifik harus Memiliki Pemerintahan Sendiri (Self Government) namun karena Bangsa Papua belum mampu untuk memimpin dirinya sendiri, maka Belanda merasa berkewajiban untuk memajukan wilayah ini sesuai dengan pembagian Administrasi wilayah jajahannya seperti Nederland Indies (Indonesia), Nederland Antillens (Suriname), dan Nederland New Guinea (Papua Barat).
Pembagian Administrasi Provinsi Nederland Niuew Guinea terjadi jauh sebelumnya yaitu pada tanggal 7 Maret 1910 dengan mengangkat seorang Gubernur Jenderal yang bertanggungjawab langsung kepada Kerajaan Belanda dan tidak berada dibawah control Gubernur Jenderal Nederland Indies yang berkedudukan di Batavia (Jakarta).
Kesalahan-kesalahan SEJARAH itu tidak pernah di PERTANGGUNGJAWABKAN secara legal dan transparan sesuai otoritas Iman, Hukum, Politik maupun etika kemanusiaan. Pelurusan sejarah itu untuk membangun pemahaman yang utuh terhadap kebenaran sejarah Bangsa Papua maupun sejarah kebenaran pejuangan bangsa indonesia
Sejumlah peristiwa sejarah adalah Tahun 1828 dimana Kerajaan Belanda secara sepihak memproklamirkan penjajahan politik atas Tanah PAPUA, pada Tahun 1848 kemudian perjanjian Pemerintah Kolonial Belanda dan Kesultanan Ternate-Tidore membagi konsensi atas Tanah PAPUA, tampa melibatkan orang PAPUA.
Pada tahun ahun 1895 kolonial secara sepihak melakukan Pembagian Kekuasaan atas Pulau Nieuw-Guinea antara Inggris dan Belanda Gravenhage, Belanda. Pada Tahun 1910 Deklarasi Batavia yang memastikan batas Wilayah Kekuasaan Hindia Belanda dari Sabang hingga Muluku. Pada Tahun 1945 bulan April REKAYASA Nama Irian oleh SOEGORO untuk memperjuangkan misi Politik Indonesia Merdeka, Pada Tahun 1945 Bulan Juli Perdebatan tentang Batas Negara Indonesia yang akan Merdeka dalam sidang BPUPKI di Makasar menetapkan batas wilayahnya Sabang hingga Maluku. Tahun 1945 Tanggal 17 dan 18 Agustus Proklamasi dan Konstiyusi Nasional Indonesia (U.U.D. Agustus 1945).
Pada Tahun 1945 tanggal 19 Agustus PPKI menetapkan Batas Wilayah Negara Indonesia, sesuai Deklarasi Batavia Tahun 1910 yaitu SABANG HINGGA MALUKU/AMBONIA dan menetapkan 8 provinsi yaitu: Provinsi SUMATERA, Provinsi JAWA TIMUR, Provinsi SUNDA KECIL, Provinsi JAWA TENGAH, Provinsi JAWA BARAT, Provinsi KALIMANTAN, Provinsi SULAWESi dan Provinsi MALUKU.
Dari semua pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Bangsa Papua tidak penah ikut terlibat dalam kongres Pemuda yang ke I maupun Kongres pemuda tanggal 28 oktober 1928. Dengan demikian orang Papua tidak layak mengakui dan memperingati 28 oktober sebagai hari sumpah pemuda, sebab tidak ada wakil yang ikut hadir dalam kongres pemuda tersebut. Di sisi lain pada tanggal 28 oktober 1928 bukan merupakan hari sumpah pemuda melainkan Kongres Pemuda yang diadopsi sebagai sumpaj pemuda pada tahun 1959 pasca pembubaran negara Rebuplik Indonesia Serikat (RSI) pada tahun 1950 dan mendirikan negara Republik Indonesia oleh ambisi dan idealisme Soekarno sebagai Presiden pertama Negara kesatuan Rebuplik Indonesia (NKRI).
Dalam proses revolusi yang dilakukan oleh pejuang indonesia bangsa Papua tidak penah ikut berjuang sekalipun bangsa Papua dan Indonesia yang dijajah oleh penjajah yang sama yaitu Belanda.
Tulisan ini bagian dari proses pembelajaran atau edukasi sejarah Indonesia yang benar kepada generasi lebih khusus generasi muda Papua agar tidak terjerumus dalam sejarah palsu.
Tulisan saya Ringkas dari berbagai sumber dalam rangka edukasi untuk hari sumpah pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 .
+ There are no comments
Add yours